Laporan Penelitian Sistem Pertanian Ciptagelar
Sunday, May 14, 2017
Edit
REPORT
OF RESEARCH
SASTRA
BUDAYA SUNDA
AGRICULTURE
AS A MARK AND IDENTITY OF CIPTAGELAR
By
: Group 1
Shofya
Zahira Hummaira Saputri
Sri
Rosyana Ratnaningsih
Usti
Maula
Yaris
Rinaldi
Class
E
ENGLISH
LITERATURE
STATE
ISLAMIC UNIVERSITY SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2016-2017
ANKNOWLEDGEMENT
By
saying Hamdallah, we would like to say thanks to Allah SWT for His blessings
and mercies, so the writers could finish this research. Also the writers wants
to deliver sholawat to the last prophet Muhammad SAW who has brought the
human’s life from the darkness to the brightness.
This
paper is composed as partial fulfilment of the requirements for completing
Sastra Budaya Sunda subject in English Departement of Universitas Islam Negri
Sunan Gunung Djati Bandung. The writers hopes that the result of this research
can be beneficial for the readers especially for the teacher and the students.
This research is qualitative to analyse agricultural activities in Kasepuhan
Ciptagelar.
The
purpose of this research is to identify agricutural activity that used in
Kasepuhan Cipta Gelar, Cisolok, Sukabumi. The writers has a great expectation
that it can give more knowledge about their agricultural activities.
This research can be
finished by the support of many people, they are :
1.
Lili Awaludin, SS., MA.
2.
Bunyamin Faisal, SS., M.Pd
3.
Herdi Herdiansyah
4.
Abah Ugi (Kepala Adat Kasepuhan)
5.
Kang Yoyo
There are so many people whose also
help us on this research. We would like to thank them in advance. Also we admit
the imperfection in finishing this research, so we welcomes any suggestions and
critics to help this report of research to be better.
Bandung, 06 Januari 2017
the writers
Culture
is a mark and identity for the nation. It’s unique and different for each
other. If that culture has faded, so the community wouldn’t have a mark or
identity. A community can’t be called unique if they doesn’t have culture as a
mark and identity. That unique culture which is give positive energy for the community
must be keep and preserved.
Ciptagelar
Village which in Desa Sirnaresmi Sukabumi is an example of community that has
unique culture. Cipta Gelar is one of settlement in West Java Province. They
have strong culture which is long last, almost 600 years. They keep their
culture as their mark until now. They are still mantain and protect the
cultural heritage of their ancestors. The village is also part of the
indigineous villages spread over the area kasepuhan
village in Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Cipta gelar village led by the
leader (sesepuh girang) who is called Bapak
Kolot or Abah. This village is
unique and has local wisdom, where can be assets for West Java Cultural.
They
always obey their culture from generation to generation, whether it about
everyday customs, rituals, settlement patterns or architecture of the
buildings. This Kasepuhan village often migrate with orders from the village
headman (Abah) who is believed to have got ‘wangsit’
from the Almighty.
In
this report we will reveal how Cipta Gelar community’s life. How they planting
rice plant with their habits and naturality. We will reveal how they be friends
with nature and earth.
Cipta
gelar was known by their habits and the way how they treath the earth,
especially how they treat rice plant. They have different way how to treat rice
plant, started from planting until crop and harvest their rice plant. It’s
usually using some traditional way, such as using buffalo to plow the field,
pound rice with lisung, harvest with etem, and they keep their rice in a
place named leuit or in Bahasa known
as lumbung.
They
have their own seed for their field. They make it in own way and keep it in leuit until time to plant it in field.
This seed, established from rice which is from their crop.They are always
create some ceremonial or ritual before doing something, there are turun nyambut, ngaseuk, mipit, seren taun, nganyaran, ngahudangkeun.
Community
of Ciptagelar believed that human are some creature in the universe which are
living in the earth beside another creature such as plant, animals, and others.
They are deferential the earth and nature like they respect their mother and
father. The universe are a creature that need to get more attention.
This
community give priority to parity between human and the universe. They believed
that the universe had and give many signs in communication to keep the ballance.
In agriculture, they believed in the astronomy to start their activity. They
are always using Kidang and Kereti stars.
Kereti
stars usually appear around August every year. They called ‘tanggal kereti turun beusi’
it means people must get ready to preapare tools for farming and planting the
rice. When ‘tanggal kidang turun kujang’ appeared,
it means they should get ready to preapare the field. If kidang has dissapeared, it usually around May, called ‘tilem kidang turun kungkang’, it means
they need to harvest or crop the rice in their field.
Besides
planting rice in fields, they are have garden in case to planting some
vegetable that can help their daily need. Usually its cucumber, radish, nuts,
cabbage, etc. Some of them even make their fields become fish pond, so they can
have fish to eat or sell it to traditional market.
This is some ritual or
ceremonial that always they do in every year.
1.
Ritual Turun Nyambut
This
is the first step from ceremonial series that Cipta Gelar community always do.
In this step, they are prepare the materials for planting and to plow the field
with buffalo.
2.
Ritual Ngaseuk
In
this step, they are starting to plant the rice in the field. They are using
some bamboo stick to make a hole on the field and then spread the seed to the
hole.
Source : CigaTV
3.
Ritual Mipit
When
the rice plant ready to harvest, they will do ritual mipit. In this ritual, they are will burned some incense.
Source
: CigaTV
4.
Ritual Seren Taun
Ritual
seren taun is the biggest ceremonial that Ciptagelar always do. This ceremonial
was symbolize as commutation year. And this ceremonial has a same time with
harvest rice plant. In this ceremonial.
Source
: CigaTV
5.
Ritual nganyaran
In
this ritual, they are eating new rice from their result of harvest. This ritual
will be held in Imah Gede and all of
communty gathered in there.
Source
: CigaTV
6.
Ritual ngahudangkeun
This
ritual means to wake up the rice which is have keep (didiukeun) in leuit before using by the owner of leuit.
After
they harvest their rice plant. The rice will be place on some place named lantaian in order the rice will get dry
from sun light and wind. It usually around one month to get perfect rice to
dry.
Source
: CigaTV
LAPORAN
PENELITIAN
SASTRA
BUDAYA SUNDA
PERTANIAN
SEBAGAI CIRI DAN IDENTITAS DARI CIPTAGELAR
Oleh : Kelompok 1
Shofya
Zahira Hummaira Saputri
Sri
Rosyana Ratnaningsih
Usti
Maula
Yaris
Rinaldi
Kelas
E
SASTRA
INGGRIS
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2016-2017
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucap Hamdallah, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT atas
berkah dan ampunan-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.
Sholawat dan salam kepada Nabi terakhir kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kehidupan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Laporan
ini disusun sebagai bagian dari tugas di mata kuliah Sastra Budaya Sunda pada
jurusan Sastra Inggris di Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung.
Penulis berharap bahwa hasil dari penelitian ini bisa menjadi manfaat bagi
pembaca terutama para dosen dan mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif untuk menganalisa aktifitas pertanian di Kasepuhan Ciptagelar.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi aktifitas pertanian yang
digunakan di Kasepuhan Ciptagelar, Cisolok, Sukabumi. Penulis memiliki
keyakinan bahwa laporan ini bisa memberikan pengetahuan lebih mengenaik
kegiatan pertanian yang mereka lakukan.
Penelitian ini bisa
terselesakan lberkat bantuan dan dukungan dai beberapa orang, yaitu :
6.
Lili Awaludin, SS., MA.
7.
Bunyamin Faisal, SS., M.Pd
8.
Herdi Herdiansyah
9.
Abah Ugi (Kepala Adat Kasepuhan)
10.
Kang Yoyo
Banyak yang telah membantu kami
sebagai penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Dan kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah kami terima. Kami
mengakui bahwa kami masih memiliki banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam menyelesaikan penelitian ini, maka kami sangat menerima berbagai kritik
maupun saran untuk menjadikan laporan penelitian ini menjadi lebih baik.
Bandung, 06 Januari 2017
Penulis
Budaya adalah suatu ciri
dan identitas bagi suatu bangsa. Dan budaya tersebut memiliki keunikan
tersendiri, yang berbeda stu dengan yang lainnya. Jika budaya itu memudar, maka
suatu masyarakat tidak akan memiliki suatu ciri ataupun identitas. Suatu
masyarakat tidak bisa disebut unik jika tidak memiliki budaya sebagai ciri dan
identitas. Keunikan budaya tersebut memberikan energi positif bagi masyarakat
dan harus dijaga serta dilestarikan.
Kampung
Ciptagelar yang berada di Desa Sirnaresmi, Sukabumi adalah salah satu contoh
masyrakat yang memiliki budaya yang unik. Ciptagelar adalah salah satu
perkampungan yang berada di Provinsi Jawa Barat. Budaya mereka sudah
berlangsung lama, sekitar 600 tahun berjalan. Mereka menjaga budaya mereka
sebagai ciri masyarakat. Mereka masih menjaga dan melindungi budaya yang
dijalankan secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Kasepuhan ini
termasuk kedalam perkampungan yang berada di area kasepuhan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak. Ciptagelar ini dipimpin oleh seoran kepala adat (sesepuh girang)
yang sering disebut Bapak Kolot atau Abah. Perkampungan ini sangatlah unik dan
memiliki kearifan lokal yang mana bisa dijadikan aset untuk budaya Jawa Barat,
Mereka
selalu mematuhi budaya dan adat mereka dari generasi ke generasi, baik dari
segi pakaian, upacara, adat perkampungan serta bangunan. Kasepuhan ini selalu
berpindah dengan perintah dari sang Kepala Adat (Abah) yang dipercaya telah
mendapatkan wangsit dari Yang Maha Kuasa.
Ciptagelar
dikenal dengan kebiasaan dan cara mereka memperlakukan bumi atau alam, terutama
bagaimana cara mereka merawat padi. Mereka memiliki cara tersendiri bagaiman
merawat padi mereka, mulai dari cara menanam sampai memanen. Biasanya selalu
dilakukan dengan cara tradisional, seperti menggunakan kerbau untuk membajak, menumbuk
padi dengan lisung, memanen padi dengan etem, dan mereka menyimpan padi mereka
di lumbung yang dalam bahasa Sunda disebut leuit.
Mereka
memiliki benih mereka sendiri untuk ladang. Mereka membuat sendiri benih itu
dan menyimpannya dalam lumbung terpisah. Dalam aktivitas pertanian ini mereka
selalu mengadakan beberapa upacara sebelum melakukan sesuat, seperti turun
nyambut, ngaseuk, mipit, seren taun, nganyaran, dan ngahudangkeun.
Masyarakat
Ciptagelar percaya bahwa manusia adalah salah satu makhluk di alam semesta yang
berada di bumi disamping beberapa makhluk lain seperti tumbuhan dan binatang.
Mereka menghormati bumi dan alam seperti mereka menghormati ayah dan ibu
mereka. Alam semesta adalah makhluk juga, yang memerlukan perhatian lebih dari
manusia.
Masyarakat
Ciptagelar memberikan perhatian lebih untuk menyeimbangkan antara manusia dan
alam semesta. Mereka percaya bahwa alam memiliki dan memberikan tanda-tanda
untuk berkomunikasi demi menjaga keseimbangan. Dalam pertanian, mereka
mempercayai perbintangan untuk memulai aktivitas mereka. Mereka selalu
menggunaka gugusan bintang Kidang dan Kereti.
Bintang
Kereti biasanya muncuk sekitar bulan Agustus setiap tahunnya. Mereka menamai
‘tanggal kereti turun beusi’ yang artinya masyarakat harus segera bersiap dan
mempersiapkan perkakas atau peralatan bertani. Ketika ‘tanggal kidang turun
kujang’ muncul, itu artinya masyarakat harus bersiap untuk menggarap ladang dan
sawah mereka. Jika Kidang mulai hilang, biasanya sekitar bulan Mei setiap
tahunnya, biasa disebut ‘tilem kidang turun kungkang’, itu artinya mereka perlu
untuk memanen padi mereka yang berada di sawang maupun di ladang.
Disamping
menanam padi di ladang, masyarakat Ciptagelar juga memiliki kebun yang biasa
mereka tanami dengan sayuran untuk membantu kebutuhan sehari-hari mereka.
Biasanya mereka menanam metimun, kacang-kacangan, lobak, kubis/kol, dll.
Beberapa dari mereka bahkan membuat tanah lebih yang mereka miliki untuk
dijadikan kolam ikan, sehingga mereka punya ikan untuk persediaan makanan atau
bisa menjualnya ke pasar tradisional.
Di bawah ini adalah
beberapa ritual atau upacara yang selalu mereka lakukan setiap tahun,
diantaranya :
7.
Ritual Turun Nyambut
Upacara
ini adalah langkah pertama dari rangkaian upacara yang dimiliki Cipagelar,
dalam upacara ini mereka menyiapkan perkakas dan kebutuhan untuk menanam dan
membajak dengan kerbau.
8.
Ritual Ngaseuk
Dalam
upacara ini, mereka mulai untuk menyebar benih di ladang atau yang mereka sebut
huma. Mereka menggunakan bambu yang diketuk-ketukkan ke tanah kemudian mereka
menyebarkan benih tersebut.
Sumber
: CigaTV
9.
Ritual Mipit
Ketika
padi sudah siap untuk dipanen, mereka akan melakukan upacara mipit. Mereka
biasanya memulai dengan membakar kemenyan.
Sumber
: CigaTV
0.
Ritual Seren Taun
Upacara
seren taun adalah upacara terbesar di Ciptagelar. Karena upacara ini menandakan
pergantian tau atau serah taun.
Source
: CigaTV
11.
Ritual nganyaran
Saat
setelah selesai memanen dan menumbuk padi. Mereka akan mengadakan acara makan
beras yang baru dipanen dan ditumbuk tersebut secara serentak. Mereka biasanya
akan berkumpul di Imah Gede dan makan bersama.
Sumber
: CigaTV
12.
Ritual ngahudangkeun
Upacara
ini bermaksud untuk membangunkan padi yang telah ‘didiukeun’ di leuit sebelum
digunakan.
Setelah
memanen padi mereka biasanya menjemur padi tersebut di lapangan dengan
menggunakan bambu yang dirangkai dengan hoe yang biasa mereka sebut dengan
lantaian. Biasanya padi dibiarkan selama hampir sebulan agar kering sempurna.
Source
: CigaTV
Related Posts