Makalah Inkar Sunnah Ulumul Qur'an



INKAR SUNNAH

makalah inkar sunnah


A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
      Al-Qur'an adalah wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw dengan perantara malaikat jibril, disampaikan dengan jalan mutawatir kepada kita, ditulis dalam mushaf dan membacanya termasuk ibadah. Al Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw selama kurang lebih 22 tahun. Al-Qur’an  merupakan sumber utama ajaran Islam yang dijadikan sebagai pedoman dan landasan bagi kaum muslimin dan dalam menjalankan kehidupan, karena di dalamnya terdapat berbagai aturan, baik yang berhubungan dengan aturan dunia ataupun akhirat. Petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an banyak yang bersifat umum dan global sehingga memerlukan penjelasan dan penafsiran. Tugas untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an dan cara-cara pelaksanaannya dibebankan oleh Allah kepada Rasulullah melalui hadits-hadits atau sunnahnya. Oleh sebab itu, pantaslah Wahbah Al-Zuhaili mengemukakan bahwa “tidak akan ada sunnah tanpa al-Qur’an, sebab al-Qur’an tidak akan dapat dioperasionalkan tanpa memperhatikan penjelasan sunnah”. Atas dasar hal tersebut maka sunnah menempati posisi strategis sebagai sumber hukum ajaran Islam yang kedua  setelah al-Qur’an yang wajib dijadikan pegangan dan diamalkan oleh umat Islam. Adanya hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an.
               Disadari bahwa terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara hadits dan al-Qur’an baik dari segi redaksi dan cara penyampaiannya atau penerimaannya. Dari segi redaksi diyakini bahwa al-Qur’an disusun langsung oleh Allah dan disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad kemudian disampaikan Nabi kepada umatnya dan selanjutnya dari generasi ke generasi. Sehingga redaksi ayat-ayat al-Qur`an dapat dipastikan tidak ada perubahan karena sejak diterima oleh Rasul, al-Qur`an ditulis dan dihafal para sahabat kemudian disampaikan secara mutawatir. Dengan demikian kehujjahan al-Quran menjadi qath’iy al-wurud. Sedangkan hadits kehujjahannya zhanny al-wurud, hal ini disebabkan hadits tidak semuanya persis sama dengan redaksi yang diucapkan oleh Nabi kecuali hadits mutawatir tetapi ada yang periwayatannya secara maknawi.
               Meskipun dari segi otensitasnya hadits bersifat zhanny al-wurud kecuali hadits mutawatir tidak berarti harus diragukan karena banyak faktor yang mendukung keabsahannya dan tidak mungkin para ulama sepakat untuk berdusta. Dalam perkembangan sejarah Islam, sunnah sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an mendapat tantangan, ada yang memalsukan dan ada pula yang menolak otoritas sunnah sebagai sumber hukum Islam baik secara total, sebahagian maupun sebahagian kecil. Hadits yang merupakan segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan. Akan tetapi dari disampaikannya hadits-hadits yang disandarkan pada Rasulullah SAW tidak semua disetujui oleh semua ummat Islam. Terdapat golongan yang  mengakui akan ketidakbenaran kehadiran hadits-hadits tersebut. Dengan pemikiran-pemikiran yang membuat kokohnya pendapat yang tidak mempercayai Sunnah tersebut, golongan-golongan yang terlibat pun ikut andil untuk mengingkari segala yang sampai pada mereka. Maka perlunya untuk membahas peristiwa Inkar Sunnah.
2.      Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian inkar sunnah menurut bahasa dan istilah?
2.   Bagaimana sejarah kemunculan inkar sunnah?
3.   Apa saja argumen terhadap pro kontra inkar sunnah?
3.      Tujuan penulisan
1.      Mengetahui pengertian inkar sunnah munurut bahasa dan istilah
2.      Mengetahui sejarah kemunculan inkar sunnah
3.      Mengetahui argumen pro kontra inkar sunnah



B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Inkar Sunnah
      Kata Ingkar sunnah terdiri dari dua kata, yaitu Ingkar dan Sunnah. Secara bahasa Ingkar berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata kerja, Ankara-Yunkiru-Inkaaron. Artinya “menolak atau tidak mengakui”. Singkatnya inkar  berarti menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin, atau lisan dan hati yang dilatarbelakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain misalnya karena gengsi, kesombongan, keyakinan, dan lain-lain.
      Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan atau tata cara yang telah mentradisi,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik.  Secara bahasa pengertian Hadits dan Sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan para ulama, ada yang menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya akan disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu untuk menyebut hal ikhwal tentang Nabi SAW baik berupa suatu perkataan, perbuatan, takrir dan sifat Rosululloh SAW.
      Pengertian inkar sunnah secara istilah adalah  orang-orang yang menolak sunnah atau hadits Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan. Menurut Harun Nasution, inkar al-sunnah adalah paham yang menolak sunnah atau hadits sebagai ajaran Islam di samping al-Qur`an. Pendapat lain, dikemukakan oleh Edi Safri bahwa inkar al-sunnah adalah kelompok-kelompok tertentu yang menolak otoritasnya (sunnah) sebagai hujjah atau sumber ajaran agama yang wajib ditaati dan diamalkan. Menurut Mustafa al- Siba`i yang dimaksud inkar sunnah ialah  pengingkaran karena adanya keraguan tentang metodologi kodifikasi sunnah yang menyangkut kemungkinan bahwa para perawi melakukan kesalahan atau kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan pembohong. Sementara itu Lukmanul Hakim  mendefenisikan bahwa ingkar sunnah adalah gerakan dari kelompok- kelompok umat Islam sendiri yang menolak otoritas sunnah sebagai hukum atau sumber ajaran agama Islam yang wajib dipedomani dan diamalkan.
      Berdasarkan defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa inkar sunnah adalah aliran, golongan dan paham yang menolak eksistensi sunnah sebagai sumber hukum Islam  atau hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan umat Islam.  Maksudnya keraguan  yang lahir menjadi  penolakan terhadap keberadaan sunnah atau hadits sebagai sumber hukum kedua setelah Al- Qur`an. Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah baik sunnah mutawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja atau sebagian saja.
2.      Sejarah Munculnya Paham Inkar Sunnah
      Sejarah perkembangan paham ingkar sunnah terjadi dalam dua periode, yaitu periode klasik dan periode modern. Menurut Prof. M. Mushthofa Al-Azhami sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (abad 2H/7M) kemudian menghilang dari peredarannya selama beberapa abad. Kemudian pada abad modern (abad 13H/19M) kembali muncul di india dan mesir sampai pada masa sekarang.
a.       Ingkar Sunnah pada Periode Klasik
            Berdasarkan fakta sejarah bahwa di zaman Rasulullah SAW tidak ada umat Islam yang menolak sunnah nabi sebagai salah satu sumber hukum dalam  Islam. Demkian pula di zaman khulafahur al- Rasyidin (632-661 M) dan masa Bani Umayyah (661 – 750 M) belum ada tampak secara nyata kelompok yang menginkari sunnah Nabi sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur`an. Dalam berbagai penuturan sejarah disebutkan bahwa sebelum terjadi perang saudara antara shahabat Nabi saw, umat Islam benar-benar utuh, satu dengan yang lain saling mempercayai. Tetapi setelah terjadi perang saudara, mulai dari terbunuhnya Usman ra, hingga puncaknya pada masa terbunuhnya Ali ra. Kaum muslimin terpecah-pecah karena adanya kepentingan politik, kaum khawarij yang sebenarnya anti perpecahan justru tampil dengan amat kasarnya, mengadakan pembunuhan kepada semua pihak yang terlibat dalam perang saudara.
            Kalau sebelumya mereka percaya kepada sahabat-sahabat Nabi saw, tetapi setelah terjadi perang saudara, mereka hanya mempercayai shahabat yang yang tidak terlibat dalam konflik perebutan kekuasaan tersebut. Artinya mereka tidak lagi mempercayai hadits-hadits yang diriwayatkan oleh shahabat-shahabat Nabi yang terlibat dalam pertikaian politik, seperti usman, Ali, dan mereka yang terlibat dalam perang onta dan tahkim.
                  Menurut Imam Syafi’i, kelompok inkar al-sunnah muncul di penghujung abad ke dua atau awal abad ketiga Hijriyah pada saat pemerintah Bani Abbasiyah (750 – 932 M). Pada masa ini mereka telah menampakkan diri sebagai kelompok tertentu dan melengkapi diri dengan berbagai argumen untuk mendukung pahamnya untuk menolak eksistensi dan otoritas sunnah sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.
                   Pada zaman itu, paham yang menginkari sunnah belum dapat diidentifikasi berasal dari kelompok mana karena Imam Syafi’i tidak menjelaskan namanya akan tetapi  ia mengisyaratkan bahwa mereka kebanyakan berada di Basrah (Irak). Kelompok inilah yang ditentang Imam Syafi’i dengan gigih memperjuangkan sunnah sehingga ia dijuluki Nashir al-Sunnah (pembela sunnah). Karena kesungguhan Imam Syafi’i memperjuangkan sunnah dengan berbagai argumen akhirnya ia berhasil menyadarkan para penginkar sunnah dan membendung gerakan inkar al-sunnah dalam waktu yang sangat panjang.
                   Bahkan menurut Musthafa ‘Azami paham inkar al- sunnah telah muncul pada masa shahabat. Ia membuktikan dengan adanya dialog antara shahabat Imran bin Husain dengan seseorang yang hanya meminta diajarkan al-Qur`an saja. Namun bila dicermati hal ini tidak bisa dikategorikan dengan inkar al- sunnah tetapi menurut sebahagian ulama bisa dikategorikan sebagai benih- benih inkar al-sunnah. Kemudian ada lagi dialog Umayyah bin Khalid dengan Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat yang ditemukan dalam al- Qur`an hanya di rumah dan waktu perang saja. Semenjak itu tidak ada lagi yang tidak meyakini sunnah sebagai hujjah hingga sebelas abad kemudian.
                   Selanjutnya, Muhammad al-Khudari berpendapat bahwa orang-orang yang dihadapi oleh Imam Syafi’i dari kalangan teolog Mu’tazilah karena diketahui dalam sejarah Basrah saat itu merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan yang menyangkut ilmu kalam. Di kota inilah berkembang  paham  dan  tokoh - tokoh  Mu’tazilah  yang  dikenal  aliran rasional dalam Islam dan banyak mengkritik ahli hadits. Jadi awal munculnya gerakan inkar al-sunnah menurut pendapat al-Khudari adalah kelompok aliran Mu’tazilah.
                  Abu Zahrah menolak tuduhan asal mula munculnya aliran inkar al-sunnah yang dimotori oleh Mu’tazilah karena mereka tetap mengakui dan menerima  hadits-hadits Rasulullah sebagai sumber hukum Islam. Tetapi menurut Abu Zahrah bahwa inkar al-sunnah adalah orang-orang zindik yang lahirnya meyakini Islam tetapi batinnya ingin menghancurkan Islam.
                  Dari keterangan di atas tampaknya yang paling dapat diterima awal munculnya kelompok inkar al-sunnah berawal dari kelompok kaum zindik bukan dari kelompok Mu’tazilah karena aliran mereka tetap meyakini dan menerima hadits Rasulullah sebagai hujjah atau sumber hukum Islam walaupun terkadang meragukan keshahihan suatu hadits atau menolak hadits yang tidak memenuhi standar penilaian mereka. Oleh sebab itu meragukan tingkat keshahihan suatu hadits tidak berarti menolak eksistensi dan otoritas sunnah sebagai sumber hukum Islam.
b.      Ingkar Sunnah pada Periode Modern
1)      Ingkar Sunnah di India dan Pakistan
Ingkar sunnah lahir kembali pada abad modern di beberapa negara pada abad 19 setelah menghilang dari Iraq pada abad klasik. Pengingkar sunnah modern di india menyebut kelompok mereka dengan al-qur’aniyyun (pengamal Al-Qur’an).  Para tokohnya antara lain : Ahmad Khan, Ciragh Ali, Maulevi Abdullah Jakralevi, Ahmad Al-Din Amratserri, Aslam Cirachburri, Ghulam Ahmad Parwez, dan Abd Al-Khaliq Malwaddah.
Pada masa modern ini terdapat empat kelompok pengingkar sunnah di india yang mempunyai dua prinsip yaitu : berpedoman hanya pada al-qur’an baik urusan dunia maupun akhirat, dan sunnah rosul bukanlah sebagai hujjah dalam beragama. Ke empat kelompok tersebut ialah :
·         Ummat muslim Ahl Al-Dzikr Wa Al-Qur’an
Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah Jakralevi ( 1918 M) Seorang Syeh dan Pencetus Qur’aniyyah. Ia fasih dalam bahasa Urdu dan Arab. Ia tinggal di Lahore (sekarang Pakistan) membawahi sekitar 1000 orang pengikut. Dan memiliki beberapa cabang di berbagai kota dan pusatnya di dar Al-Qur’an. Disini ada masjid yang tidak memakai mihrab dan shalatnya 3 kali sehari semalam. Bagi mereka tidak ada yang membatalkan wudhu dan tidak ada adzan sebelum shalat, karena Al-Qur’an tidak menjelaskannya. Hadits yang menjelaskan hal tersebut adalah bohong.
·         Umat Muslimah
Kelompok ini dipimpin oleh Ahmad Al-Din Amratserri bin Al-Khawajah Miyan Muhammad di India tetapi pindah ke Pakistan pada saat kemerdekaannya (1947). Ia menguasai bahasa Persia, Arab, Inggris dan Urdu. Diantara pemikirannya adalah sholat hanya dua waktu, yakni shalat fajar dan shalat isya, yang ketiga tidak wajib. Sholat boleh dikerjakan empat rakaat atau dua rakaat dan tidak harus menghadap kiblat (ka’bah). Namun belakangan shalat mereka sama dengan muslim lainnya yakni lima waktu dan berpuasa pada bulan ramadhan.
·         Thulu’ Islam
Pendirinya adalah Ahmad Parwez Bin Fadhal Din. Lahir pada tahun 1903 di Punjab India, kemudian ia pindah ke Pakistan pada saat kemerdekaannya. Setiap kota di Pakistan terdapat kelompok ini bahkan di eropa juga terdapat cabangnya. Diantara pemikirannya di dalam Al-Qur’an tidak ada keterangan bahwa nabi pernah sholat menghadap baitul maqdis kemudian berubah ke Ka’bah. Al-Qur’an juga tidak menjelaskan Sholat menghadap ke ka’bah yang ada menghadap ke mekkah untuk menyatukan umat islam. Pemerintah quraniyah boleh mengganti bagian sholat yang tidak ditetapkan dalam al-qur’an.
·         Ta’mir Insaniyat
Kelompok ini dipimpin oleh abu Al-Khaliq Malwadah. Diantara pemikirannya tidak lebih dari apa yang diperintahkan allah untuk mengikuti apa yang diturunkan-nya dalam Al-Qur’an.
2)      Ingkar Sunnah di Mesir
Ada beberapa tokoh yang di kategorikan sebagai pemikir modern ingkar sunnah di mesir oleh pakar hadits diantaranya :
·         Taufiq Shidqy
Taufiq Shidqy adalah seorang dokter yang bertugas di salah satu lembaga kemasyarakatan di mesir, lahir pada tanggal 19 September 1881. Di kalangan para ulama hadits tidak ada perbedaan bahwa taufiq shidqi di catat sebagai pengingkar sunnah pertama pada masa modern di mesir yang secara terang-terangan menolak sunnah sebagai sumber hukum islam.
Buah pemikirannya dapat di pahami dari artikel-artikel yang ditulisnya di berbagai majalah dan Koran. Secara ringkas berikut pokok-pokok pikiran Taufiq Shidqy :
-          Hanyalah al-qur’an yang diwahyukan allah secara mutlak dan tidak ada kesalahan, sedangkan sunnah tidak demikian.
-          Islam hanyalah al-qur’an, tidak perlu tambahan lain sebab al-qur’an telah sempurna dan tidak perlu disempurnakan lagi, dan telah jelas tidak perlu diperjelas selain dengan al-qur’an. Sunnah bersifat kontemporer dan hanya berlaku pada masa nabi saja dan bagi bangsa arab saja. Bagi ummat yang hidup setelah masa nabi atau bagi bangsa non arab boleh tidak pakai sunnah.
-       Nabi melarang penulisan sunnah. Seandainya sunnah menjadi sumber hukum islam pasti nabi memerintahkanuntuk menulisnya seperti al-qur’an. Oleh karena itu sahabat tidak menulis dan tidak membukukan sunnah dan kemudian banyak terjadi pemalsuan sunnah yang tersebar di berbagai buku sunnah.
-        Ia menolak seluruh sunnah baik mutawatir maupun ahad.
Akan tetapi belakangan ia meralat pendapatnya itu dan mengakui sunnah. Kecuali beberapa hal yang tidak disepakati ulama seperti sunnah qauliyah, setelah mau merenung dan mendengar argumentasi lawan diskusinya.
·         Mahmud Abu Rayyah
Diantara pemikiran Mahmud abu rayyah sebagai berikut :
-       Buku induk hadits tidak dapat dijadikan pedoman dalam beragama untuk umum sebagaimana al-qur’an, karena ia merupakan hasil ijtihad ulama belakangan. Nabi melarang menulisnya, dengan demikian para sahabat sejak nabi wafat tidak memperhatikan dan mengodifikasinya.
-         Secara keseluruhan hadits hanya ahad yang bersifat zhan (menduga-duga) dan tercela menurut al-qur’an, sedangkan hadits mutawatir tidak mungkin tejadi karena kelangkaan persyaratan.
·         Ahmad Amin
Ahmad amin seorang budayawan dan sejarawan mesir lahir pada tahun 1878 dan wafat tahun 1954. Diantara pemikirannya yaitu :
-          Hadits tidak tertulis sejak masa nabi saw masih hidup. Hadits hanya ditulis berdasarkan ingatan pembawanya saja, oleh karenanya ditemukan banyak hadits palsu. Usaha ulama dalam membendung hadits palsu juga mengalami kekurangan, karena usaha mereka tidak kritis dalam menilai keadilan para sahabat dan matan hadits. Mereka hanya melakukan kritik sanad.
-          Para periwayat hadits yang dinilai para ulama sebagai orang paling adil seperti bukhari, muslim dan ahmad dinilainya tidak tsiqah karena adanya subjektifitas politik dalam periwayatan haditsnya.
·         Rasyad khalifah
Merupakan sarjana pertanian mesir yang berpindah kewarganegaraan amerika serikat. Kegiatan penyebaran paham ingkar sunnahnya berpusat di masjid Tucson wilayah Arizona. Dia bahkan mengaku menjadi nabi yang selalu menerima wahyu dari jibril di Amerika karena dari sanalah risalah kenabian akan menyebar ke seluruh dunia. Dia tidak sekedar menolak  hadits nabi bahkan mencaci maki hadis dan para perawinya yang dinilai paling kredibel di kalangan ummat muslim.
·         Ahmad Shubhy Manshur
Adalah seorang alumni al-azhar yang mendapat gelar doktor dalam bidang sejarah. Merupakan murid dari rasyad khalifah. Ia dijanjikan menggantikan gurunya sebagai nabi setelah gurunya wafat sesuai dengan namanya “ahmad” sebagaimana yang tertera dalam al-qur’an.
Diantara pemikirannya :
-     Sunnah yang ada sekarang adalah buatan penguasa masa abbasiyah yang semula merupakan fatwa ulama atau fuqaha khalifah yang melayani untuk melegitimasi kehendak sang khalifah
-     Sunnah yang terkodifikasi ke dalam jutaan naskah sesat dan bertentangan dengan al-qur’an.
-     Cara sholat telah diketahui melalui shalatnya nabi-nabi terdahulu sebagaimana dijelaskan dalam al-qur’an.
·         Musthafa Mahmud
Permasalahan yang dikritisi musthafa Mahmud adalah sunnah tentang syafaat yang menurutnya bertentangan dnegan al-qur’an. Namun pada dasarnya ia menolak sunnah secara umum sebagai konsekuensi logis penolakannya terhadap syafaat. Diantara pemikirannya :
-     Setiap orang yang masuk ke neraka akan kekal didalamnya. Tidak ada di dalam al-quran penjelasan tentang masuk neraka dalam waktu terbatas.
-     Hadits tidak terpelihara dari kesalahan seperti al-qur’an.
-     Sunnah seperti sejarah, adakalanya benar dan ada kalanya salah, boleh di ambil dan boleh tidak.
3)      Ingkar Sunnah di Indonesia
Pemikiran modern ingkar sunnah muncul di Indonesia secara terang-terangan sekitar tahun 1980-an. Kemungkinan besarnya jauh sebelum itu telah ada penyebaran secara sembunyi-sembunyi. Pemikiran inkar sunnah bergerak di beberapa tempat dan pada 1983-1985 mencapai puncaknya sehingga menghebohkan masyarakat Islam dan memenuhi halaman surat kabar. Adapun penyebaran kelompok inkar sunnah di Indonesia meliputi wilayah Jakarta, Bogor, Tegal, dan Padang.
Tokoh-tokoh “Ingkar Sunnah” yang tercatat di Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia), Ir. Ircham Sutarto, Abdurrahman, Dalimi Lubis (karyawan kantor DePag Padang Panjang), Nazwar Syamsu, As’ad bin Ali Baisa, H. Endi Suradi. Para pengingkar sunnah di Indonesia secara keseluruhan menolak sunnah sebagai sumber hukum dan mereka dari kalangan bukan orang yang ahli agama dan masih dalam tahap belajar kemudian mengklaim dirinya ahli agama dan secara eksklusif merasa paling benar dan yang lain salah.
3.      Argumen Pro Kontra Inkar Sunnah
1)      Argumen inkar sunnah
      Sebagai suatu paham atau aliran, inkar as-sunnah klasik ataupun modern memiliki argumen-argumen yang dijadikan landasan mereka. Tanpa argumen-argumen itu, pemikiran mereka tidak berpengaruh apa-apa.
Argumen mereka antara lain :
a. Agama bersifat konkrit dan pasti. Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai hadits, berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-Qur’an yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti. Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadits, ia tidak akan memiliki kepastian karena hadits itu bersifat dhanni (dugaan), dan tidak sampai pada peringkat pasti.
b. Al-Quran sudah lengkap. Jika kita berpendapat bahwa Al-Qur’an masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara jelas mendustakan Al-Qur’an dan kedudukan Al-Qur’an yang membahas segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu, dalam syariat Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Qur’an.
c. Al-Qur’an tidak memerlukan penjelas. Justru sebaliknya Al-Qur’an merupakan penjelasan terhadap segala hal.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan mereka sebagai alasan menolak sunnah secara total adalah Qur’an Surat an-Nahl ayat 89.
Terjemahnya : “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:
Terjemahnya : “Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu penjelasan dari Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam Al-Qur’an, misalnya surat Al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain. Adapun alasan lain adalah bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab yang  tentunya Al-Qur’an tersebut akan dapat dipahami dengan baik pula. Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits Mutawatir. Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
Terjemahnya : “…Dan Sesungguhnya Persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran…”[34]
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus didasarkan pada dalil yang qath’i yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh karena itu hanya Al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.
2)      Argumen penentang inkar sunnah
Imam Syafi’i membantah dan mengkritik argumen inkar sunnah sebagai berikut:
      Bahwa di dalam al-Quran terdapat banyak ayat yang memerintahkan agar kita selalu mengikuti perintah dan menjauhi larangan Rasul Allah, kita juga diperintah untuk taat kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya.”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. Dalam ayat lain Allah berfirman,” Barang siapa yang taat kepada Rasul, maka sesungguhnya ia juga telah menaati Allah. lebih lanjut Allah berfirman,” apa-apa yang diberikan/disampaikan Rasul kepadamu, terimalah, dan apa-apa yang dilarangnya, tinggalkanlah.!
    Siapa yang menguasai bahasa Arab dengan baik, akan mengetahui bahwa al-quran sendiri menyuruh umat islam untuk menerima dan menaati serta mengikuti hadis-hadis Rasulullah yang disampaikan oleh para periwayat yang dipercaya.
    Ayat-ayat al-Quran yang dikutip kelompok inkar sunnah (al-Quran menjelaskan segala sesuatu)  tidak benar mengandung arti tidak diperlukan hadis Rasulullah sebagai penjelas urusan-urusan agama di samping al-Quran. Hal tersebut dikarenakan penjelasan al-quran masih ada yang bersifat global atau hal-hal pokok-pokok saja, seperti salat wajib dan zakat.

C.     PENUTUP
1.      Simpulan
Kata Ingkar sunnah terdiri dari dua kata, yaitu Ingkar dan Sunnah. Secara bahasa Ingkar berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata kerja, Ankara-Yunkiru-Inkaaron. Artinya “menolak atau tidak mengakui”. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan atau tata cara yang telah mentradisi”. Pengertian inkar sunnah secara istilah adalah  orang-orang yang menolak sunnah atau hadits Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan. Sejarah perkembangan paham ingkar sunnah terjadi dalam dua periode, yaitu periode klasik dan periode modern. Menurut Prof. M. Mushthofa Al-Azhami sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (abad 2H/7M) kemudian menghilang dari peredarannya selama beberapa abad. Kemudian pada abad modern (abad 13H/19M) kembali muncul di india dan mesir sampai pada masa sekarang. Inkar as-sunnah klasik ataupun modern memiliki argumen-argumen yang dijadikan landasan mereka. Argumen mereka antara lain : Agama bersifat konkrit dan pasti, Al-Quran sudah lengkap, dan Al-Qur’an tidak memerlukan penjelas. Padahal dengan jelas  bahwa di dalam al-Quran terdapat banyak ayat yang memerintahkan agar kita selalu mengikuti perintah dan menjauhi larangan Rasul Allah.



DAFTAR PUSTAKA
Attubani. 2007. Inkar Sunnah.
            (https://riwayat.wordpress.com)

Fahrudin, Imam. 2014. Pengertian Al-Qur’an Menurut Bahasa.
            (http://ulumulislam.blogspot.co.id)

Indriyani, Popi. 2007. Makalah Inkar Sunnah.
            (https://www.academia.edu)

Lubis, Sakban. 2014. Inkar Sunnah.
            (http://sakban1.blogspot.co.id)

Makalah Tarbiyah-PAI. 2011. Ulumul Hadits Inkar Sunnah.
            (http://ricky-diah.blogspot.co.id)

Sirojuddin, Ahmad. 2015. Inkar Sunnah.
            (http://juraganmakalah.blogspot.co.id)

Suciani, Clara. 2015. Makalah Ulumul Hadits Inkar Sunnah.
            (http://suciani0108.blogspot.co.id)

0 Response to "Makalah Inkar Sunnah Ulumul Qur'an"

Post a Comment