Penelitian Pengetahuan Ilmu Al-Qur’an terhadap Warga Kabupaten Bandung




           



Pada hari Jum’at tanggal sembilan Juni 2017, saya melakukan penelitian terhadap warga kecamatan Cileunyi kabupaten Bandung dengan mengambil tiga sampel secara acak. Hasil yang didapatnya pun berbeda-beda tetapi ada pula beberapa kesamaannya dari ketiga sampel tersebut.
            Diawali pertemuan dengan ibu Wiwin, seorang ibu rumah tangga berusia empat puluh tahun yang berpendapat bahwa al-qur’an merupakan pedoman umat islam. Beliau mendapat ilmu-ilmu al-qur’an itu ketika beliau dulu Madrasah dan ketika sekarang belajar di pengajian Majelis Ta’lim Alyasiniah. Dikarena beliau sibuk mengurus rumah tangga, jadi beliau membaca al-qur’an ketika sempatnya saja, biasanya beliau membaca al-qur’an setelah solat maghrib. Mushaf yang dibacanya tidak disertai terjemahan, sehingga beliau dalam kesehariannya tidak membaca terjemahan al-qur’an. Namun terkadang beliau belajar tafsir al-qu’an ketika di tempat pengajian. Dalam proses belajar di pengajian terkadang mengerti tetapi terkadang  mudah lupa akan ilmunya, karena usia empat puluh tahun dengan dua puluh tahun tentu mempunyai daya tangkap yang berbeda ketika proses belajar. Karena beliau tidak mengetahui isi kandungannya dan karena jarang membaca terjemahannya, jadi beliau merasa biasa-biasa saja ketika sesudah membaca al-qur’an, namun beliau mendapatkan rasa kenyamanan dan ketenangan setelah membacanya dan beliau juga sangat yakin akan kandungan al-qur’an walaupun tidak paham akan isinya. Ketika dulu Madrasah beliau hafal banyak surat-surat pendek, namun karena sekarang jarang dipakai, jadi banyak surat yang lupa. Ketika melantunkan ayat al-qur’an pembacaannya sangat lancar namun kurang dalam makhrojul hurufnya.
            Warga kedua yang saya jumpai adalah ibu Lia Yulianti yang berusia duapuluh delapan tahun. Beliau berpendapat al-qur’an adalah kitab Alloh, beliau kebingungan ketika diajukan pertanyaan apa itu al-qur’an, beliau memahami tetapi sulit mengungkapkannya dengan kata-kata. Dia belajar membaca qur’an dari SD sampai SMP di sebuah mesjid yang dekat dengan rumahnya. Namun sayangnya beliau tidak selalu membaca al-qur’an setiap hari “jarang-jarang sih”, katanya. Ketika membacanya pun jarang membaca terjemahannya, namun beliau mengetahui tentang kisah-kisah dalam al-qur’an. Beliau juga sangat meyakini akan kandungan al-qur’an. Karena jarang membaca, hafalan yang dimilikinya pun hanya sedikit saja.
            Warga terakhir yang saya jumpai adalah seorang pedagang bernama pak Sanwani yang berusia empat puluh tahun. Berpendapat bahwa al-qur’an merupakan jalan hidup untuk orang islam. Mengakui tidak terlalu lancar membaca al-qur’an tapi bisa baca, tidak buta huruf. Disayangkan juga membaca al-qur’annya tidak terlalu sering, tidak setiap hari. Sudah belajar tajwid dan makhrojul huruf sejak kecil namun tidak terlalu menguasai. Beliau juga agak kesulitan dalam memahami kandungan al-qur’an, namun beliau sangat yakin akan kandungannya. Merasa lega, tenang, dan tentram setelah membaca al-qur’an. Karena jarang membaca, hafalan yang dimilikinya pun hanya sedikit saja.
            Kesimpulan yang saya peroleh dari penelitian tersebut, bahwa warga kabupaten Bandung sudah mengetahui, meyakini, dan sudah mampu membaca al-qur’an, namun mereka masih jarang dalam membaca dan menghafalnya. Mereka mengetahui al-qur’an itu sebagai petunjuk hidup, namun di kenyataannya meraka jarang membiasakan untuk membaca terjemahan dan mengkaji  isi kandungannya. Yang mereka rasakan hati terasa tentram ketika membacanya meski tidak paham akan kandungannya. Mengikuti pengajian sangat mempengaruhi terhadap pengetahuan ilmu-ilmu al-qur’an. Oleh karena itu dibutuhkan pengajian-pengajian yang membahas kandungan al-qur’an dari berbagai usia guna warga bisa lebih memahami betul akan pedoman-pedoman al-qur’an dan guna warga bisa lebih kenal dan dekat dengan penciptanya.
Related Posts